sumber gambar, Sekretariat Indonesia/Sekretariat BPMI/Laily Rachev . situs web
Presiden Joko Widodo membahas Ibu Kota Negara (IKN) baru dengan sejumlah tokoh masyarakat dan adat Kaltim, Senin (31/01)
Presiden Joko Widodo disebut telah menyerap aspirasi dan mendapat dukungan dari masyarakat setempat terkait pembangunan ibu kota baru di Kalimantan Timur.
Pernyataan itu dikeluarkan Istana, setelah Senin (31/1) lalu, Jokowi bertemu dengan lima tokoh yang mereka sebut mewakili kelompok adat.
Namun, sejumlah petani di calon ibu kota baru mempertanyakan klaim dukungan tersebut. Mereka mengatakan tidak pernah diundang untuk membahas proyek tersebut, baik oleh pemerintah maupun yang disebut perwakilan masyarakat adat.
Menurut akademisi, pemerintah pusat seharusnya melibatkan masyarakat lokal di level terendah dalam perencanaan ibu kota baru sejak awal. Dituduh tidak inklusif, dikhawatirkan proyek ini akan mengabaikan kelas bawah.
Dua tahun setelah kebijakan pemindahan ibu kota dimulai, Sabukdin, seorang petani dan penduduk tradisional Paser di Sepaku, Penajam Paser Utara, tidak pernah diajak berkonsultasi tentang proyek tersebut.
Di penghujung tahun 2019, kami bertemu Sabukdin di rumahnya yang diprediksi akan memasuki kawasan pusat ibu kota baru.
Sama seperti apa yang dia katakan saat itu, sekarang dia masih bertanya-tanya tentang nasib keluarganya di masa depan.
“Kami ingin menolak, tapi tidak ada kekuatan. Hak kami perlu diperhatikan oleh pemerintah,” kata Sabukdin melalui telepon, Selasa (01/02).
“Kami hanya mendengar dari media atau dari teman. Pemerintah tidak pernah meminta kami untuk berunding,” katanya.
Sabukdin mengaku kecewa. Sebagai orang yang berpotensi kehilangan tanah dan mata pencaharian akibat proyek ini, ia merasa berhak untuk terlibat dalam pembahasan ibu kota baru.
Menurut Sabukdin, pemerintah hanya berbicara kepada kalangan atas yang menurutnya tidak mengerti dan mewakili keprihatinan mereka.
“Seharusnya kita terlibat. Jokowi harus mendengarkan suara rakyat kecil. Mereka figur. Mereka orang sukses. Mobil mereka Fortuner, sedangkan kita tidak punya sepeda,” katanya.
sumber gambar, ANTARA FOTO/Akbar Nugroho Gumay
Masyarakat Dayak Pasesr khawatir wilayah adatnya akan menyempit akibat proyek ibu kota baru, setelah sebelumnya berhubungan dengan perusahaan sawit.
Pernyataan Sabukdin merujuk pada pertemuan Jokowi di Balikpapan, dengan lima orang yang menurut pemerintah mewakili adat dan suku di Kaltim.
Dua dari lima orang yang diundang Keraton adalah Sultan Paser, Aji Jarnawi dan Sultan Kutai Kartanegara, Muhammad Arifin. Mereka memimpin kesultanan yang telah dilestarikan dalam konteks budaya dan sejarah.
Tiga orang lainnya yang ditemui Jokowi adalah perwakilan masyarakat Dayak Kenyah, Bugis, dan Banjar.
Dalam pertemuan tersebut, kelima orang tersebut memang menyatakan dukungannya terhadap proyek ibu kota baru. Meski begitu, petani seperti Sabukdin mengatakan tidak semua warga di desanya setuju.
“Ada warga yang bersedia menerima ganti rugi jika tanahnya dirampas, tapi ada juga yang tidak mau. Jadi apa solusi bagi yang tidak mau. Jangan sampai warga setempat melawan hukum,” kata Sabukdin.
Isu keterwakilan dan keterlibatan masyarakat dalam proyek ibu kota baru sebelumnya juga mengemuka.
Pertengahan Januari lalu, misalnya, sekelompok warga yang tergabung dalam Koalisi Masyarakat Kaltim menolak proyek ibu kota baru. Salah satu alasannya adalah karena rancangan undang-undang yang menjadi dasar proyek tersebut dibahas secara tertutup tanpa partisipasi warga setempat.
Merujuk pada Peraturan Menteri Hukum dan HAM 11/2021 misalnya, kementerian dan lembaga pemerintah perlu melakukan konsultasi publik saat menyusun undang-undang. Tujuannya untuk menampung masukan dari masyarakat yang terkena dampak dan kelompok lain.
sumber gambar, REUTERS/Willy Kurniawan
Penajam Paser Utara dihuni oleh masyarakat Dayak Paser, transmigran dari Jawa Tengah, dan pekerja perkebunan kelapa sawit.
Ahli dari Kantor Staf Kepresidenan, Wandy Tuturoong, mengatakan pemerintah telah melibatkan berbagai elemen warga Kaltim dalam proyek ini sejak tahun 2019.
Tidak hanya pada rapat yang dipimpin Jokowi awal pekan ini, Wandy mengatakan Bappenas dan instansi pemerintah lainnya telah berulang kali menyerap aspirasi masyarakat setempat.
Kalaupun ada pihak yang mengaku tidak pernah terlibat, Wandy mengatakan prinsip partisipatif proyek ibu kota akan tetap dijalankan.
“Yang kami pantau sebenarnya adalah pemerintahan partisipatif, jangan sampai masyarakat lokal teralienasi,” kata Wandy saat dihubungi.
“Kami datang ke sana untuk meminta masukan dari LSM, pemerintah daerah, dan perwakilan dari banyak pemangku kepentingan.
“Kalau ada yang merasa dikucilkan, pemerintah akan tetap terbuka. Dari awal kami berusaha seterbuka mungkin, tapi bukan berarti kami menutup dialog sekarang,” ujarnya.
sumber gambar, (Kompas.com/Instagram/Nyoman_Nuarta )
Desain akhir Istana Negara IKN Baru.
Dua dari lima ‘perwakilan warga’ yang ditemui Jokowi di Balikpapan mengaku tidak tahu bagaimana mereka dipilih oleh Istana.
Meski begitu, mereka mengatakan bahwa tuntutan yang mereka ajukan kepada Jokowi mewakili aspirasi seluruh lapisan masyarakat di kelompoknya.
“Kami meminta agar Keraton Kesultanan Paser dibangun di titik nol ibu kota negara,” kata Sultan Paser, Aji Jarnawi.
Selain itu, Aji juga meminta pemerintah untuk melestarikan desa dan sebidang kawasan hutan yang didedikasikan sebagai penanda peradaban masyarakat adat Paser.
Aji mengaku juga meminta pemerintah mempertahankan penamaan lokal desa, kelurahan, dan sungai.
“Kami juga berharap dalam penerimaan PNS, TNI/Polri maupun di perusahaan swasta, putra-putri daerah diberikan kuota khusus. Tanpa kuota ini, kita akan ditinggalkan oleh orang-orang dari Jawa.
sumber gambar, Setpres Sekretariat Presiden YouTube/BPMI
Pemerintah mengaku telah berulang kali menyerap aspirasi masyarakat setempat terkait Ibu Kota Negara (IKN) yang baru.
Ketua Adat Dayak Kenyah, Medan Tedung, yang juga hadir dalam pertemuan dengan Jokowi, meminta agar masyarakatnya mendapat jatah kursi di pemerintahan ibu kota baru.
Selain mengedepankan kearifan lokal, Medan meminta pemerintah melibatkan warga sekitar dalam pembangunan fisik ibu kota baru.
Permintaan lainnya adalah pembukaan pusat pelatihan keterampilan khusus untuk penduduk setempat.
Medan mengatakan, Jokowi tidak perlu bertemu dengan seluruh perwakilan warga di Kaltim untuk memahami aspirasi mereka. Apalagi, selama ini, kata dia, Bappenas sering melibatkan beberapa kelompok dalam konsultasi publik.
“Dalam menyampaikan aspirasi, tidak peduli berapa banyak orang yang datang. Meski hanya beberapa orang, aspirasi yang kami sampaikan menyangkut seluruh masyarakat adat Kaltim,” ujarnya.
“Jokowi mengatakan itu bukan pertemuan terakhir, tetapi akan terus berlanjut karena aspirasi pasti akan berkembang,” kata Medan.
Namun, partisipasi masyarakat dalam proyek ibu kota seharusnya tidak hanya bersifat seremonial, tetapi benar-benar membahas hal-hal yang substantif. Demikian disampaikan dosen Fakultas Hukum Universitas Mulawarman, Haris Retno Susmiyati.
Menurutnya, pihak terpenting yang terlibat dalam pembahasan proyek ini adalah kalangan bawah, tidak hanya di pusat ibu kota baru, tetapi di seluruh Kaltim.
“Implikasi ibu kota baru ini tidak hanya di kawasan pusat seluas 256 ribu hektare, karena di kabupaten lain ada pembangunan tiga waduk besar untuk menunjang keberadaannya,” kata Retno.
“Jadi sangat penting untuk membicarakannya dengan lapisan masyarakat yang paling bawah karena pada dasarnya merekalah yang akan menerima dampak terbesar dari kebijakan ini.
“Dalam pengambilan keputusan, partisipasi penuh masyarakat itu wajib, bukan formal, tapi substantif. Harus dilakukan dari awal. Kalau kebijakan sudah diambil, masyarakat tidak akan punya posisi tawar,” ujarnya.